BLOG ini hanyalah bualan-bualan semata, tidak berorientasi pada apapun. Mencoba Menulis hanyalah sebuah eksperimen seorang yang konyol untuk merepresentasikan otaknya yang kosong.

Selasa, 18 September 2007

Ramadhan, Euforia atau Penjernihan

Hari ini banyak manusia berkarbonasi menjadi sosok putih nan bercahaya seakan seperti malaikat. Yah Ramadhan membuat banyak orang sementara berubah menjadi malaikat penolong dari topeng asli iblisnya yang telah menyatu dengan dirinya selama 11 bulan. Orang orang membuat image seakan dia tidak pernah berbuat bejad.
Baju-baju dan gaun-gaun muslim laku bak kacang goreng, pelacur-pelacur ditangkap, perjudian diberantas, penjual minuman keras dirazia, tempat dugem ditutup dan nuansa-nuansa erotis untuk sementara diberhentikan untuk memberikan kesempatan sejenak kepada para lelaki hidung belang untuk kembali ke pelukan istri dan anaknya. Masjid-masjid pun tak kalah ramainya dikunjungi umat sehingga masjid yang biasanya kosong melompong kini kehilangan ruang untuk bernapas, walaupun di akhir ramadhan akan sepi kembali. Al Quran yang berdebu di lemari kembali dibuka dan dibaca, walau kebanyakan dari kita tak tahu apa maksud dari ayat yang dibaca sehingga tak banyak membawa perubahan. Ramadhan memang dahsyat sehingga membuat negeri yang brengsek ini bisa menemukan jati dirinya walaupun hanya satu bulan. Jati diri bangsa yang telah hilang dimakan keserakahan serta hawa nafsu.
Walau Ramadhan hanya euforia semata sama seperti euforia nasionalisme saat 17 agustus kemarin tapi setidaknya kebrengsekan ini bisa berhenti sejenak dan mudah-mudahan orang –orang Indonesia yang mayoritas muslim bisa menjadi pribadi Taqwa seperti yang disebutkan Al Quran. Euforia ini semakin terasa apabila kita melihat stasiun televisi berlomba lomba menayangkan program ramadhan, mulai dari sinetron ramadhan, musik ramadhan, ceramah ramadhan, program sahur dan lain lain. Semua terasa basi, munafik, karena tujuannya bukan untuk perbaikan umat tapi hanya peningkatan rating yang berakibat pada meningkatnya iklan di televisi. Kalau tujuannya profit maka apa bedanya program ramadhan dengan sinetron religi yang sering ditayangkan pada bulan biasa yang cenderung naif. Secara kemasan mungkin berbau islami tapi secara isi tidak menyentuh moral bangsa indonesia yang beragama.
Ternyata masih ada saja keserakahan di bulan suci ini. Masih banyak juga orang yang menimbun barang dagangan agar harganya selangit. Lalu calo-calo tiket sudah berancang-ancang membeli tiket kereta api, kapal laut, bahkan pesawat. ”Anjing”, bangsa ini ternyata masih sama saja seperti dulu bejad. Bangsa bermental penjajah, penjajah bangsa sendiri. Kontribusi bulan ramadhan memang sudah tidak banyak merubah mental bangsa Indonesia, karena orang hanya larut dalam euforia bukan makna.
Semangat tolong menolong di bulan Ramadhan juga tidak banyak berubah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Lihat saja saat Gempa di Sumatera kemarin apakah banyak bantuan yang mengalir? Apakah pemerintah cepat turun tangan? Mungkin presiden lebih tertarik terhadap masalah penculikan anak daripada masalah-masalah yang menyangkut hidup orang banyak. Dan hal yang lebih tidak masuk akal lagi adalah ketika pemerintah membuat peraturan daerah dimana kita dilarang memberi sedekah kepada pengemis dan membeli kepada pedagang asongan. Kalau kita melanggar maka akan didenda sebesar 5 – 15 juta.
Apa yang salah dengan pengemis dan pedagang asongan, mereka tidak banyak mengambil uang rakyat seperti Nurdin Halid, Akbar Tanjung, Soeharto, dan koruptor lainnya. Mereka menjadi seperti itu karena sistem negeri ini tidak memihak masyarakat miskin. Peraturan inipun jelas mempertegas kembali bahwa pemerintah Indonesia memang tidak memihak kepada rakyat miskin. Pejabat kita memang belum pernah menjadi pengemis dan pedagang asongan jadi buat aturan seenak udelnya. Sepertinya pemerintah kita ingin mengesankan bahwa Indonesia adalah negara maju dan tidak ada pengemis, sehingga negara-negara kapitalise barat mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Hal yang paling tidak saya bayangkan adalah di bulan Ramadhan yang penuh berkah saja masih banyak diantara kita berserakah ria apalagi di bulan biasa lainnya. Jadi ramadhan ini apakah euforia belaka atau waktu untuk penjernihan? SEBUAH TANDA TANYA BESAR
?

Tidak ada komentar: