Malam menjelang pagi, saat orang-orang masih tertidur dengan selimutnya yang tebal atau mungkin selimutnya yang hidup sebagian jiwa sudah berkeliaran di jalanan. Jiwa-jiwa yang haus akan kerinduan pada kampung halaman dan indahnya masa lalu. Dan dengan rasa haus itu mereka semakin bernafsu untuk sebuah tujuan, “Pulang”. Suatu hal yang bisa dirasakan paling tidak setahun sekali, tepatnya pada saat perayaan suci.
Kebiasaan serta budaya lah yang membuat jiwa-jiwa tersebut mempunyai tujuan yang sama saat perayaan suci. Dan sebuah konsekuensi yang harus diambil adalah kesengsaraan yang mau tidak mau harus dimaklumi. Jiwa-jiwa harus rela berdesak-desakan terhimpit dalam perjalanan atau membayar harga yang lebih mahal untuk sebuah kenyamanan. Tak peduli penjajah bangsa menaikkan ongkos pulang seudele dewe, jiwa-jiwa tetap kokoh pada pendiriannya. Penjajah pun tertawa mendapat keuntungan besar walaupun mendermakan kesengsaraan pada jiwa-jiwa yang ingin pulang.
Pergerakan jiwa mulai mencapai puncaknya pada tiga hari sebelum perayaan suci. Pergerakan yang akan memakan banyak waktu, tenaga, biaya, bahkan nyawa. Pergerakan dari neraka jahanam ini biasanya akan berakhir kira-kira seminggu setelah perayaan suci, karena pada saat itu jiwa-jiwa sudah kembali bekerja pada pos mereka masing-masing. Tapi satu hal yang positif dari perjalanan ini adalah karena adanya transformasi kekayaan dari
Perjalanan ke timur adalah perjalanan paling diminati oleh banyak jiwa di
Sebuah ironi yang didapat ketika semua kenaikan tarif tidak berimbas pada kenaikan kualitas. Lagi-lagi kemakluman tanpa batas harus dilakukan oleh jiwa-jiwa yang haus. Antara Karawang-Bekasi kembali harus menjadi saksi sejarah. Bukan penembakan pasukan republik oleh tentara NICA, tapi penyengsaraan rakyat oleh republik. Kesengsaraan karena macet, tabrakan, dan kematian seolah sudah menjadi agenda tahunan yang selalu ditingkatkan. Perjalanan yang seharusnya ditempuh tanpa hambatan harus dilalui dengan ujian kesabaran. Delapan puluh kilometer harus ditempuh dalam waktu 6 Jam adalah kegagalan besar jalan tol.
Perayaan suci itu akhirnya tiba, namun tidak bersamaan karena beberapa golongan punya perhitungan bulan masing-masing. Muhammadiyah hari Jum’at dan sisanya hari Sabtu. Perbedaan ini bukan masalah untuk saya, justru karena perbedaan ini dunia menjadi lebih berwarna dan indah. Perjalanan yang penuh penderitaan ini akan terasa nikmat ketika jiwa-jiwa yang haus berhasil menemui surganya masing-masing dengan selamat. Perjalanan ini seperti onani konyol, jiwa-jiwa dipaksa menikmati persetubuhan fiksi dengan kenikmatan orgasme yang serba tanggung. Dan jika itu adanya, maka saya termasuk jiwa-jiwa yang beronani pada perayaan suci.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar