BLOG ini hanyalah bualan-bualan semata, tidak berorientasi pada apapun. Mencoba Menulis hanyalah sebuah eksperimen seorang yang konyol untuk merepresentasikan otaknya yang kosong.

Selasa, 18 Desember 2007

WARTEG dan WARKOP sebagai Gedung DPR baru

Warung Tegal adalah salah satu jenis usaha gastronomi yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga disingkat Warteg, nama ini seolah sudah menjadi istilah generik untuk warung makan kelas menengah ke bawah di pinggir jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain.

Warung tegal pada awalnya banyak dikelola oleh masyarakat dari tiga desa di Tegal yaitu warga desa Sidapurna, Sidakaton & Krandon, Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal. Mereka mengelola warung tegal secara bergiliran (antar keluarga dalam satu ikatan famili) setiap 3 s/d 4 bulan. Yang tidak mendapat giliran mengelola warung biasanya bertani di kampung halamannya. Pengelola warung tegal di Jakarta yang asli orang Tegal biasanya tergabung dalam "KOWARTEG" yaitu Koperasi Warung Tegal, sebuah organisasi yang bertujuan untuk saling merekatkan hubungan persaudaraan sesama Warteg.


Hidangan-hidangan di warteg pada umumnya bersifat sederhana dan tidak memerlukan peralatan dapur yang sangat lengkap. Nasi goreng dan mi instan hampir selalu dapat ditemui, demikian pula makanan ringan seperti pisang goreng, minuman seperti kopi, teh dan minuman ringan. Sedangkan Warkop alias Warung Kopi juga adalah salah satu jenis usaha kecil yang kebanyakan hanya menyediakan minuman kopi, indomie rebus, dan gorengan sebagai teman ngobrol.

Jangan harap mendapat tempat yang mewah, kursi yang nyaman, atau fasilitas Hotspot gratis, semua jelas tidak ada karena ini bukan restoran franchise layaknya Mc Donalds atau Starbuck's. Ditempat ini yang ada adalah kesederhanaan dan sapaan hangat sang pelayan yang selalu menanyakan " Makan Mas' nasinya satu atau setengah, lauknya apa Mas?" atau "Kopi Mas, kopi item atau pake susu?". Dan dengan harga merakyat Anda dapat membungkam cacing pita yang berteriak-teriak kelaparan di usus besar Anda. Semua fasilitas Warteg dan Warkop begitu merakyat membumi dan ala kadarnya.


Warteg dan Warkop adalah tempat paling demokratis di dunia ini. Semua orang berhak berargumen mengemukakan gagasannya tanpa takut ditangkap dengan undang-undang anti subversif, tanpa takut diintimidasi golongan-golongan. Banyak topik yang dibicarakan di kedua tempat ini mulai dari keluh kesah warga terhadap kinerja pemerintahan, bola, pendidikan, dan tentu saja seks. Bahkan konon pergerakan mahasiswa ketika menggulingkan rezim Tuan Besar Soeharto dimulai dari obrolan di warung kopi sekitar kampus. Semua yang hadir di perhelatan itu menjelma menjadi aktifis-aktifis yang terkadang menjadi lebih vokal dibanding dengan aktifis atau politikus sesungguhnya. Warteg dan warung kopi menjelma menjadi sebuah gedung dewan perwakilan rakyat dadakan karena sidang paripurna rutin diadakan di tempat ini. Tapi yang perlu dicatat di Gedung DPR dadakan ini tak ada Ketua atau wakil apalagi Fraksi-fraksi Partai.

Hanya saja Warung-warung kopi dan Warteg tidak juga mewakili masyarakat Indonesia yang heterogen. Manusia-manusia yang mengisi tempat ini kebanyakan adalah masyarakat-masyarakat menengah kebawah yang termarjinalkan dari demografi perekonomian bangsa ini. Namun setidaknya masyarakat marjinal ini mewakili pendapat sebagian besar bangsa Indonesia, karena pada dasarnya mayoritas masyarakat Indonesia adalah masyarakat miskin. Seharusnya para petinggi negeri ini meluangkan waktunya barang sejam-dua jam di Warteg atau Warkop untuk mendengar aspirasi rakyat atau bahkan beradu argumen, sehingga dapat mewujudkan sebuah Good Governance.

Negeri ini sudah jengah dengan janji-janji kampanye, orang-orang sudah semakin kritis dan pintar. Maka pendekatan yang terbaik adalah berdialog secara dewasa tanpa mengumbar janji yang berlebihan. Dan Warteg atau Warkop bisa menjadi tempat proses demokrasi yang melahirkan wacana kehidupan yang lebih baik. Pada titik inilah warung kopi seolah menemukan momentumnya, yaitu tempat dimana demokrasi dengan karakternya yang khas telah tumbuh subur. Atau setidaknya tempat ini telah dijadikan alternative untuk melakukan rembesan demokrasi di negri ini melebihi fungsi Gedung DPR/MPR.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Ah, pantas kamu ngajak saya bikin partai, rupanya sudah terlebih dulu menulis ini!!

alby hermanto mengatakan...

Hem... kl0 prsiden ng0pi di warteg tcuz apa kata dunia. kya'y dunia brkta lbih baek di warteng dah, biar klo k0rup jga pling sribu dua ribu